Welcome To my Blog :)

Senin, 22 Oktober 2012

Breathe


[dengerinnya pake lagu He Is We - Breathe ^^]

Harness your heart, and be still now. 
Quiet that mind that will wander, 
All sorts of dark alleys. 
Tragedy strikes your self esteem, 
Constantly waiting for an ending, To all of this.

Sudah dua hari ini aku terbaring dalam kamar kecil ini. Tidak terlalu sesak, namun tetap saja aku sudah merasa bosan. Rumah ini, mengapa harus menjadi tempat setiap saatku ingin pergi. Kemanapun aku melangkah tetap saja aku harus mendapat obat yang tidak sedikit jumlahnya.

“Ibu, aku bosan. Aku benci berada disini. Aku ingin pulang.”

“Bersabarlah nak, ibu juga ingin kau segera pulang.”

“Tapi bu, aku sendirian disini.”

“Masih ada Ibu, nak.”


Ayahku entahlah kemana, sejak 2 tahun yang lalu ia bercerai dengan ibuku. Sehingga kini, aku harus bisa membahagiakan ibuku. Namun, apa kehendak Tuhan dengan penyakitku kali ini. Aku tak yakin dapat mengabulkan harapanku Tuhan.

She opens her eyes, 
Suddenly she cries.
 Can we help her, can we help her? 
And she replies. 
You know, I fake it oh so well, 
That God himself can’t tell. 
What I mean and why my words are, 
Less than parallel.

Aku terbangun. ibuku sudah membawakan makanan yang sudah biasa diberikan oleh pihak rumah sakit. Aku tersenyum kecil, dan berterima kasih pada Ibu. Saat itu, area sekitar mataku agak perih. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku mencoba bertahan.

“Nak, kau tak apa?”

“Tak apa bu, hanya perih seperti biasa”

Ibuku mengambil obat yang bahkan aku tidak tahu obat itu apa. Aku sudah meminumnya sejak aku merasa sakit di area tubuhku ini. Kira kira seminggu yang lalu

“Bu, sebenarnya mengapa Tuhan member cobaan ini?”

Ibuku menangis. Dan dengan bijak beliau berkata

“Karena Tuhan sayang padamu nak. Tuhan peduli denganmu. Karena Ia tahu kau bisa melewati cobaan ini nak.” 

With my feet, 
You ask me what I need. 
And all I really need, 
Is to breathe.

People, they seem so interested. 
Only a few get invested, 
With all the aches and pains.

Aku semakin bingung, apa penyakitku. Mataku semakin perih dan mataku semakin lama semakin buram. Aku mencoba berkata pada ibu, namun percuma, kini aku sedang dirawat oleh dokter, aku tak bisa merasakan apapun. Hingga akhirnya aku tertidur.

Doctor oh, doctor, 
Please help her. 
I fear she may not be breathing. 
Blue lips, and doe eyes, 
That’s her disguise.


“Dokter, bagaimana keadaannya”

“Dia baik baik saja, namun ada sesuatu di atanya yang menyebabkan dia kini harus buta.”

Kulihat anakku sedang tertidur. Semoga saja dia tak mendengar pembicaraan kami.

You know, 
I fake it oh so well, 
That God himself can’t tell. 
What I mean and why my words are, 
Less than parallel.

Duniaku gelap, rasanya aku tak bisa lagi melihat pelangi. Kini aku harus berkenalan dengan huruf Braille. Beberapa temanku dating, aku hafal suara mereka karena mereka sering cerita padaku tentang masalah mereka. Mereka sering memaksaku untuk curhat dan memberitahukan apa yang terjadi pada mataku. Namun aku tidak memberitahukan ini. Aku tidak pernah bercerita pada mereka. Biarlah semua terlihat sempurna. Terlihat seperti tidak pernah ada masalah dalam hidupku. Aku tidak ingin meepotkan mereka dengan kasihan padaku. Aku tidak mau dikasihani.

“Tiara, bagaimana sekarang keadaanmu?”

“Oh, apa itu kau, Drian?”

Ya, dia Drian, laki laki yang pernah aku sukai di sekolah. Dia begitu pintar dan cukup menawan bagiku. Tapi, ah mana mungkin dia juga menyukaiku, maka aku mundur perlahan dan seperti biasa aku terlihat seperti biasa.

With my feet. 
You ask me what I need. 
And all I really need, 
Is to breathe.

Give me some space to breathe, 
I need a little room to breathe. 
Give me some space to breathe, 
All I need is a little room to breathe. 
I fake it oh so well, 
That God can’t tell.

Terima kasih Tuhan, ada yang mau mendonorkan mataku.

“Bu, siapa yang mau mendonorkan matanya?”

“Entahlah, ada seorang donator yang mau mendonorkannya nak”

Aku begitu senang mendengarnya, kudengar besok akan dilangsungkan operasi mata. Aku benar benar gembira saat itu. Aku berterima kasih pada siapapun dia yang rela mendonorkan matanya padaku.

You know, 
I fake it oh so well, 
That God himself can’t tell. 
What I mean and why my words are, 
Less than parallel.

“Apa anda siap bu?”

“Ya, aku siap dok. Demi anakku”

With my feet, 
You ask me what I need. 
And all I really need, 
Is to breathe.


Let me breathe.

Perban dimataku perlahan dibuka. Aku mencoba berkedip dan mendapati mataku kembali normal. Aku bisa melihat kembali. Warna, Cahaya, tanpa perlu ada rasa perih lagi. Aku melihat cermin karena ingin melihat mata baruku. Aku seperti melihat keganjilan saat itu. Karena mata ini, sepertinya aku mengenalnya

            “Kemana ibu?”

Kulihat ibuku datang dengan mata dibalut perban. Aku benar benar menangis saat itu. Aku tak percaya bahwa yang mendonorkan mata itu adalah, Ibuku sendiri.

            “Nah, nak sekarang kau bisa kembali melihat dunia, tanpa perawatan dari dokter lagi kan?”. Ibuku tersenyum dan aku benar benar mengangis sambil memeluk ibuku. Erat. Terima kasih ibu, terima kasih. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar