Tokyo Malam



Siang ini, Jakarta begitu panas. Seperti biasa, jalanan macet, polusi bertebaran, ahhh aku hampir terbiasa dengan semua hal ini. Namun tidak kali ini, aku benar benar ingin sampai dan terbebas dari cekikan macet ini, 2 jam lagi acara wisudaku akan dimulai.

"I'd like to make myself believe, That planet Earth turns slowly . . ."

"Iya, halo sayang. Iya, aku lagi dijalan lagi kejebak macet. Iya, iya sayang kan masih 2 jam lagi. Oke sayang, bye"

Sambil beberapa kali mengklakson dengan kesal, aku juga berusaha untuk bersabar. Argggh, untunglah mobil pemberian ayahku ini sudah dilengkapi AC, jadi udara neraka ini tak berpengaruh pada kulit kulit pelapis tubuhku yang eksotis ini.

1 Jam 45 menit berlalu

"Kau darimana saja sayang, sudah hampir dimulai nih"
"Iya sayang maaf, tadi macet”

“Yaudah, ayo masuk. Aku udah nungguin kamu daritadi”

“Iya deh sayang, entar aku traktir makan deh” 

“Makan apa”

“Mie instan di warung kampus, ayo masuk” godaku

“Huhhh” Keluhnya sambil sedikit memukul pelan pundakku.
Aku masuk ke dalam ruangan yang cukup besar itu. Bergandengan tangan, kami masuk dan diberi souvenir kecil berupa jam tangan sebagai kenang kenangan.

“Ahh, kau seperti biasa selalu ambil yang versi cowok”. Begitulah dia, tampil sebagai anak yang dapat dikatakan tomboy, namun wajah cantiknya masih tetap terlihat

“Ihhh, emang ga boleh ya?”

“Iya deh iya, gapapa kok”

Kucari tempat duduk yang sudah disediakan oleh dosen dosenku. Dan kebetulan sekali aku duduk disampingnya walau namaku berawalan C dan dia berawalan K. Aku tak tahu harus apa, rasanya seperti aku ingin menyalami semua dosen dosen killerku dan kupeluk mereka. Tapi, kurasa itu tak perlu. Jadi, ahh lupakan.

“Eh, kita duduk bareng ya?” tanyanya

“Nggak deh”

“Iya”

“Nggak mungkin, hati kita aja udah jadi satu, masa masih sebelahan sih?”. Dengan kekreatifitas gombal yang dapat dikatakan amateur ini, aku berusaha menghiburnya. Dan ternyata berhasil juga, dia cekikikan. Bukan, bukan karena gombalanku ampuh, tapi akhirnya terjawab dengan dia berkata

“Krik” Agak makjleb juga rasanya. Wajahku mendadak datar saat itu, tapi sudahlah setidaknya aku sudah berusaha.

“Baiklah kakak kakak, dipersilahkan untuk duduk di tempat yang sudah disediakan”
Aku duduk bersamanya dan mendadak aku mengingat masa masa SMA dan kuliah ini. Masa SMA, aku menemukan pasangan yang bahkan dia kini duduk disampingku, namanya Kirana, dia seumuran denganku, hanya berbeda 2 bulan saja. Saat itu, aku selesai eskul, dan dengan semangat teman temanku, aku akhirnya menembaknya dan dia menerima keadaan yang benar benar tak kusangka. Semua ini berlanjut sampai lulus. Aku mendapat nilai tertinggi di jurusan IPS, 59.00 nilai yang sangat tidak mengecewakan bagiku. Sedangkan dia, dia mendapat nilai terbaik di jurusan IPA, dengan nilai yang nyaris sempurna 59,50. Arggh, dengan terpaksa aku membelikan eskrim di suatu café terkenal di kotaku. Kami berdua mendapat SNMPTN undangan dan beasiswa untuk belajar di universitas jurusan HI. Entah bagaimana bisa, kami berdua memiliki tujuan universitas yang sama dan dengan jurusan yang sama. Aku benar benar senang saat itu. Melalui ospek bersama, saling mencarikan kost, dan saling bersaing dalam nilai. Hingga aku duduk disini bersamanya, melalui 3,5 tahun kuliah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kami. Entah mungkin karena kami jodoh atau apa, kami selalu hamper sama

“Hei, ngelamun aja”

“Eh, nggg, iya. Hehe”

“Ya, dan nilai terbaik ke-3 jatuh kepada Putri Mutia dengan perolehan IP 3.85”
Aku benar benar kagum, 3,85. Suatu nilai yang benar benar hebat sekali. Wahhh, suatu saat, aku mungkin akan belajar bersamanya.

“Dan yang ke-2, diperoleh dengan IP 3.95 . . . .”
Astaga, siapa dia, hebat sekali, nyaris sempurna.

“Kirana Diasari. Dan untuk peringkat pertama, sekaligus nilai terbaik se-Indonesia, jatuh kepada Candra Adi Pratama dengan perolehan IP 4,00”
Aku bersujud syukur atas pemberian Allah saat itu, aku menangis bahagia ketika semua teman temanku bertepuk tangan dan menoleh padaku. Terutama Kirana, dia benar benar envy karena nilaiku yang berbeda tipis darinya. Thanks God. Kulihat ayahku yang sedang menyempatkan diri di kesibukannya terharu dengan raut wajah yang benar benar bahagia.
Ketika acara wisuda ini selesai, aku dihampiri beberapa temanku dan mereka memberiku semangat. Kulihat Kirana masih saja envy.

“Kenapa sih sayang?”

“Beda tipis banget, nyesek sih, tapi selamat deh”. Ucapnya sambil tersenyum manis

“Makasih sayang, jadi kamu traktir aku kan”

“Oke”

---

Fo-o-ollow the li-i-ght to the dreams and disasters. Fo-o-ollow. . . . .”

“Hei, kamu lagi dijalan kan?”

“Hah, oh iya sayang, sebentar ya” kuputus telponku bersama kirana. Ya, sekarang aku sedang di Jepang. Negeri harapannya sejak kecil, aku sudah menjadi yaaa, semacam diploma dalam bidang telekomunikasi. Sudah 10 negara yang kukunjungi karena pekerjaanku yang menuntutku untuk melakukan travelling. Bertemu orang orang asing, ahh aku menikmati hidupku kini.  Namun, tidak seusai wisuda 2 tahun yang lalu, kami terpaksa untuk putus karena jarak yang benar benar tidak memungkinkan. Kuucapkan selamat tinggal padanya. Dia menangis namun aku berjanji untuk bertemu kembali denganmu.
Dan kini kutepati janjiku. Kebetulan aku akan bekerja disini selama 6 tahun kedepan. Kumanfaatkan sungguh sungguh kesempatan ini. Aku segera mandi dan bersiap menuju alun alun kota. Sore ini, kerinduanku akan terbalaskan!

----

Kutengok jam tanganku, sudah sekitar 5 menit aku menunggu sendirian disini. Ahhh udara kota Tokyo, benar benar sejuk walau sedang musim gugur. Kutengok keatas, pohon sakura tumbuh besar dan indah

“Heii”

Aku terkaget. Jujur saja saat aku sedang melamun, tiba tiba terdengar suara yang cukup keras ditelingaku dan tangan yang hinggap dibahuku.

“Astaga, kirana. Kau, semakin cantik saja”

“Arigatou~, hei putra. Aku naik mobilmu ya, ban sepedaku bocor jadi aku jalan kaki kesini.”

“Ahhh oke”

----

“wah, udah malam ya, ternyata Tokyo kalau malem gini bagus banget”. Sambil menyetir mobil.

“Yaa, begitulah. Itulah sebabnya aku betah disini”

Jglek

“Ups, mogok. Sebentar, aku cek mesinnya”

“Cepetan ya”

“Oke”

Aku angkat kap mobilku dan kuajak Kirana keluar mobil. Dia sempat terbingung, mengapa aku ajak dia keluar, akhirnya kuperlihatkan bulan purnama yang indah bersama bintang bintang.

“Hey, look. Coba liat ke atas deh, bulannya bagus”

“Wah, iya. Jarang aku melihat kota ini indah seperti ini.

Saat itu, bunga sakura berguguran, udara sejuk malam menambah keharmonisan kami. Kupegang tangannya dan kumasukkan cincin ke jari manisnya. Dia terlihat kaget, dan dengan cepat aku berkata

“Will you marry me?” dengan senyum seadanya, aku mencoba meningkatkan suasana romantic ini. Bunga sakura yang berguguran, membuat airmatanya menetes pelan.

“I will”. Secara cepat ia memelukku erat. Dia menangis dipelukanku dan kubalas pelukannya. Malam ini, bunga sakura ini, saksi cinta kami. Selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar